Selasa, 19 April 2011

SELAMAT JALAN MURABBI-KU

Tulisan sang Mutarabbi dalam mengiringi kepergian sang Murabbi

            Selasa, 19 April 2011; Siang itu, di depan sebuah mesjid dari sebuah lorong berbatu, nampak wajah-wajah dari para saudara-saudaraku di jalan dakwah tengah bersiap di atas kuda besinya masing-masing. Sebuah perjalanan dari tanah Perintis ke Bumi Daya akan dimulai. Menulusuri lorong berbatu jadi awal perjalanan melelahkan ini. Panasnya aspal dan teriknya matahari siang itu menjadi tak terasa karena sebuah sosok yang terus terbayang dalam pikiran kami. Tak terasa, perjalanan ini telah berakhir. Di depan sebuah rumah sederhana kami berhenti. Rumah inilah tempat sosok sang pejuang dakwah bermukim. Tapi untuk saat ini sang pejuang dakwah tengah keluar untuk sebuah keperluan. Sedikit senda gurau jadi pengisi waktu menunggu ini. Tak lama kemudian, dari kejauhan wajah yang tadi terus terbayang muncul. Kini wajah itu telah melintas di depan kami. Dialah anak cucu Adam yang tak henti-hentinya membagikan pesan Islam melalui lidah sucinya kepada kami. Yah! Iitulah sang Murabbi-ku, Ustadz A. Yakub Abdullah, S.Kep, Ns.
            Hari ini beliau akan meninggalkan kami semua. Nampaknya sebuah kegundahan dan kesedihan yang begitu dalam tak lama lagi akan menggelayut dan merasuk ke dalam tubuh lemah kami, yang kemudian akan menjatuhkan butiran air mata dari kelopak mata kami dan membuat kami bungkam seribu bahasa melihat kenyataan pahit ini.
            Langkah pelan kami menuju mesjid tempat beliau sering bermunajat kepada Allah akan menjadi awal cerita penutup kebersamaan kami dengan beliau. Kali ini bersama beliau kami akan menunaikan shalat asar secara berjamaah. Sebuah shalat yang menjauhkan orang dari sifat munafik. Seusai shalat, kami kembali bermajelis bersama beliau  untuk yang terakhir kalinya. Di tempat ini banyak pesan yang kembali kami tangkap dari bibir beliau yang tak kaku lagi menyuarakan kebenaran. Salah satunya adalah ketika beliau mengatakan, “Dalam dakwah ada tiga golongan, golongan pertama adalah mereka yang menjadi pelaku dakwah, golongan kedua adalah mereka yang menjadi penonton dakwah dan golongan yang ketiga adalah mereka yang menjadi rival dakwah”. “Dan jadilah golongan yang pertama, bukan golongan kedua dan ketiga”. Itulah pesan terakhir beliau kepada kami. Pesan ini sejatinya telah menggetarkan hati-hati kami. Sebuah pesan suci yang ketika kami menjalankannya maka kelak syurga akan menjadi balasannya.
            Perbincangan ini tak bisa berlama-lama, waktu keberangktan beliau menuju kampung halamannya tinggal menghitung menit. Kamera pun jadi jalan terakhir untuk mengenang peristiwa penting ini, sebuah kebersamaan ini yang mungkin takkan kembali. Akhirnya, salah satu sisi luar masjid menjadi latar untuk mengabadikan momen kebersamaan ini. Dengan beberapa jepretan kamera dari saudaraku yang mendadak jadi kameramen, momen ini pun terabadikan dan akan menjadi pengobat kerinduan kepada sang Murabbi. Tak sia-sia kamera telah menjadi sahabat kami, sahabat dalam mengabadikan moment penting perjalanan kami di jalan dakwah.
            Langkah pelan kami kembali terulang, kali ini kami mengiringi sang Murabbi kembali ke kediamannya, tempat yang menjadi titik tolak sang Murabbi meninggalkan kami. Disinilah cerita perjalanan kami bersama sang Murabbi akan berakhir. Satu persatu tas padat itu telah keluar dari kediaman Sang Murabbi menuju sebuah mobil yang telah menunggu tak jauh dari kediaman beliau. Akhirnya, wajah sang murabbi keluar dari pintu kediamannya dengan membawa sebuah jaket hitam yang ada di pundaknya dan disusul oleh ibundanya, seorang ibu yang telah berhasil melahirkan anak yang luar biasa di muka bumi ini. Dengan senyuman, langkah pelan sang Murabbi mendekati saudara-saudaraku di jalan dakwah. Satu persatu saudaraku bersalaman dengan beliau dan setiap dari mereka meneteskan air mata kesedihan akan kepergian orang penting bagi perjalanan dakwah ini. Tiba giliranku bersalaman dengan beliau dan aku hanya mampu menahan kesedihan. Tak banyak kata yang bisa kuucap ketika kudekap beliau dengan haru. Yang ada, tangisan itu makin terdengar seiring dengan langkah kaki beliau menjauhi kami. Tak tertahan lagi keharuan mendera semua pejuang dakwah sore itu mengiringi kepergian sang Murabbi, "Pejuang Dakwah dari Tanah Borneo".

Selamat jalan kanda, selamat jalan pejuang dakwah, selamat jalan.... selamat jalan!!

Do’a kami menyertaimu. Kebaikanmu akan kami kenang, panji-panji perjuanganmu akan tetap tegak, semangatmu kan selalu membara dalam diri kami dan ilmu darimu akan menjadi teman akrab kami dalam kesepian, sahabat kami dalam keterasingan, pengawas kami dalam kesendirian, penunjuk jalan kami ke arah yang benar, penolong kami di saat sulit, dan menjadi simpanan kami setelah kematian. Percayalah, surga akan mempertemukan kita.

By. Arsam Rindu Yakub

1 komentar: