Jumat, 22 April 2011

“Hijau Hitam bukan musuh, tapi PENGUJI”

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ikhwafillah....
                Siapa bilang POLITIK tak penting dan siapa bilang Shalat, Puasa dan Zakat tidak penting....!! Semuanya adalah hal yang sangat penting dalam Islam. Dewasa ini, banyak ummat Islam telah meninggalkan politik. Bahkan ada saudara-saudara kita sangat membenci politik. Lalu pertanyaannya!! Apakah Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW hanya untuk mengurusi Shalat, Puasa dan Zakat?? Rasa-rasanya terlalu lucu kalau kemudian Al-Qur’an diturunkan hanya untuk mengurusi ketiga hal itu. Olehnya itu, kita pahami bersama bahwa ummat Islam sendirilah yang kemudian menyempitkan pemahaman tentang Islam itu sendiri. Padahal Islam yang didalamnya ada Al-Qur’an hakikatnya Allah turunkan untuk dijadikan pedoman oleh ummat manusia di semua hal yang ada dalam kehidupan ini, termasuk politik itu sendiri. Kaitannya dengan "Hijau Hitam" yang saya bahasakan disini adalah bahwa hari ini "Hijau Hitam" lebih semangat di banding kita dalam mempelajari politik itu sendiri. Ingat, secara bersamaan kemarin kita sebagai “Hijau Putih” dan dia sebagai “Hijau Hitam” sama-sama mempelajari politik, tentunya di dua tempat yang berbeda. Lalu kemudian apakah kita perlu takut kepada mereka?! Jawabanya TIDAK. Karena sesungguhnya mereka bukanlah musuh kita. Melainkan tim penguji kita untuk menyadarkan kita tentang seberapa besar kekuatan kita. Ingin saya katakan kembali Ikhwafillah bahwa tulisan ini saya buat semata-mata untuk berbagi tentang bagaimana kita bersikap dalam menghadapi “Hijau Hitam” setelah semalam saya sedikit mendapatkan informasi dari perbincangan saya dengan seorang kawan baru saya yang juga seorang Tokoh dalam barisan Dakwah, namun ketika tulisan ini saya buat nama kawan baru saya itu saya lupa.

Ikhwafillah....
                Pertama
                Ternyata, untuk menghadapi mereka cukup kita belajar ketika kita menghadapi adik-adik kita yang masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Kenapa? “Hijau Hitam” kesahariannya banyak bicara, dan memang jago bicara (retorikanya mantap), banyak menuntuk (mega elo’na), tetapi tidak ada AKSInya (de’ na melo majjama). Sementara kita, karna banyaknya AKSi (kegiatan) sampai-sampai untuk bicara kita setengah mati karna “poco”/kecapean bahasa Jakarta nya. Dengan demikian, maka kita menyikapinya bukan dengan kita juga banyak bicara/adu retorika. Akan tetapi kita tetap istiqomah melakukan kebaikan karna upah itu pasti, SURGA.
                Kedua
                Kita kemudian tak perlu takut apabila dalam tampuk kekuasaan nantinya mereka bersama kita, sebagai buah dari kemampuan berpolitik mereka. Maka yang perlu kita pahami bahwa, kekuasaan bukan berarti dari akar sampai daun yang mengisi adalah satu warna. Akan tetapi walaupun sedikit yang penting berpengaruh. Jadi PR kita Ikhwafillah adalah bagaimana kita semua mampu menciptkan tokoh kita sehingga mampu membentuk “PIRAMIDA” (bukan piramida Zionis yang pada puncaknya ada mata satu) akan tetapi ujung dari piramida tersebut adalah Tokoh kita (Pemimpin) yang akan di tunjang oleh badan piramida hingga kedasar yang semakin besar (Anggota yang banyak di bawah sepenuhnya mendukung pemimpin). Disini penekannya adalah bagaimana kita melakukan penokohan yang berpengaruh. Dan tak lupa bahwa “Hijau Hitam” akan melakukan hal yang sama. Tinggal bagaimana kedua tokoh ini selain berpengaruh tentunya harus di tunjang dengan pengetahuan, kreatifitas dan etos kerja yang mumpuni.
                Ketiga
                Prinsip sedikit tapi berkualitas memang harus tetap kita junjung. Tapi bukan berarti sedikit itu melupakan yang lain. Artinya, peran kita sebagai pejuang dakwah tidak hanya sebatas bagaimana menguasai satu kendaraan dakwah akan tetapi tetap mengendarai kendaraan yang ada walaupun sederhana (yang telah diraih harus tetap berjalan dan yang akan diraih harus tercapai)
                Keempat
                Atas nama pribadi selaku penulis yang tulisan ini datangnya dari hati, saya meminta maaf kalau ada salah kata dan kalau ada pihak yang merasa dirugikan atau merasa terdzalimi. Saya rasa ini sah-sah saja karna hari ini negara kita tercinta masih menganut sistem “DEMOKRASI” yang kadang-kadang juga menjadi “DEMOCRAZY”
                Sekali lagi mohon maaf....!! Jangan ada benci diantara kita....

Sumber: Kata hati Arsam Al Banna

Selasa, 19 April 2011

SELAMAT JALAN MURABBI-KU

Tulisan sang Mutarabbi dalam mengiringi kepergian sang Murabbi

            Selasa, 19 April 2011; Siang itu, di depan sebuah mesjid dari sebuah lorong berbatu, nampak wajah-wajah dari para saudara-saudaraku di jalan dakwah tengah bersiap di atas kuda besinya masing-masing. Sebuah perjalanan dari tanah Perintis ke Bumi Daya akan dimulai. Menulusuri lorong berbatu jadi awal perjalanan melelahkan ini. Panasnya aspal dan teriknya matahari siang itu menjadi tak terasa karena sebuah sosok yang terus terbayang dalam pikiran kami. Tak terasa, perjalanan ini telah berakhir. Di depan sebuah rumah sederhana kami berhenti. Rumah inilah tempat sosok sang pejuang dakwah bermukim. Tapi untuk saat ini sang pejuang dakwah tengah keluar untuk sebuah keperluan. Sedikit senda gurau jadi pengisi waktu menunggu ini. Tak lama kemudian, dari kejauhan wajah yang tadi terus terbayang muncul. Kini wajah itu telah melintas di depan kami. Dialah anak cucu Adam yang tak henti-hentinya membagikan pesan Islam melalui lidah sucinya kepada kami. Yah! Iitulah sang Murabbi-ku, Ustadz A. Yakub Abdullah, S.Kep, Ns.
            Hari ini beliau akan meninggalkan kami semua. Nampaknya sebuah kegundahan dan kesedihan yang begitu dalam tak lama lagi akan menggelayut dan merasuk ke dalam tubuh lemah kami, yang kemudian akan menjatuhkan butiran air mata dari kelopak mata kami dan membuat kami bungkam seribu bahasa melihat kenyataan pahit ini.
            Langkah pelan kami menuju mesjid tempat beliau sering bermunajat kepada Allah akan menjadi awal cerita penutup kebersamaan kami dengan beliau. Kali ini bersama beliau kami akan menunaikan shalat asar secara berjamaah. Sebuah shalat yang menjauhkan orang dari sifat munafik. Seusai shalat, kami kembali bermajelis bersama beliau  untuk yang terakhir kalinya. Di tempat ini banyak pesan yang kembali kami tangkap dari bibir beliau yang tak kaku lagi menyuarakan kebenaran. Salah satunya adalah ketika beliau mengatakan, “Dalam dakwah ada tiga golongan, golongan pertama adalah mereka yang menjadi pelaku dakwah, golongan kedua adalah mereka yang menjadi penonton dakwah dan golongan yang ketiga adalah mereka yang menjadi rival dakwah”. “Dan jadilah golongan yang pertama, bukan golongan kedua dan ketiga”. Itulah pesan terakhir beliau kepada kami. Pesan ini sejatinya telah menggetarkan hati-hati kami. Sebuah pesan suci yang ketika kami menjalankannya maka kelak syurga akan menjadi balasannya.
            Perbincangan ini tak bisa berlama-lama, waktu keberangktan beliau menuju kampung halamannya tinggal menghitung menit. Kamera pun jadi jalan terakhir untuk mengenang peristiwa penting ini, sebuah kebersamaan ini yang mungkin takkan kembali. Akhirnya, salah satu sisi luar masjid menjadi latar untuk mengabadikan momen kebersamaan ini. Dengan beberapa jepretan kamera dari saudaraku yang mendadak jadi kameramen, momen ini pun terabadikan dan akan menjadi pengobat kerinduan kepada sang Murabbi. Tak sia-sia kamera telah menjadi sahabat kami, sahabat dalam mengabadikan moment penting perjalanan kami di jalan dakwah.
            Langkah pelan kami kembali terulang, kali ini kami mengiringi sang Murabbi kembali ke kediamannya, tempat yang menjadi titik tolak sang Murabbi meninggalkan kami. Disinilah cerita perjalanan kami bersama sang Murabbi akan berakhir. Satu persatu tas padat itu telah keluar dari kediaman Sang Murabbi menuju sebuah mobil yang telah menunggu tak jauh dari kediaman beliau. Akhirnya, wajah sang murabbi keluar dari pintu kediamannya dengan membawa sebuah jaket hitam yang ada di pundaknya dan disusul oleh ibundanya, seorang ibu yang telah berhasil melahirkan anak yang luar biasa di muka bumi ini. Dengan senyuman, langkah pelan sang Murabbi mendekati saudara-saudaraku di jalan dakwah. Satu persatu saudaraku bersalaman dengan beliau dan setiap dari mereka meneteskan air mata kesedihan akan kepergian orang penting bagi perjalanan dakwah ini. Tiba giliranku bersalaman dengan beliau dan aku hanya mampu menahan kesedihan. Tak banyak kata yang bisa kuucap ketika kudekap beliau dengan haru. Yang ada, tangisan itu makin terdengar seiring dengan langkah kaki beliau menjauhi kami. Tak tertahan lagi keharuan mendera semua pejuang dakwah sore itu mengiringi kepergian sang Murabbi, "Pejuang Dakwah dari Tanah Borneo".

Selamat jalan kanda, selamat jalan pejuang dakwah, selamat jalan.... selamat jalan!!

Do’a kami menyertaimu. Kebaikanmu akan kami kenang, panji-panji perjuanganmu akan tetap tegak, semangatmu kan selalu membara dalam diri kami dan ilmu darimu akan menjadi teman akrab kami dalam kesepian, sahabat kami dalam keterasingan, pengawas kami dalam kesendirian, penunjuk jalan kami ke arah yang benar, penolong kami di saat sulit, dan menjadi simpanan kami setelah kematian. Percayalah, surga akan mempertemukan kita.

By. Arsam Rindu Yakub